LENGKONG, AYOBANDUNG.COM — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengungkapkan perihal keinginannya menetap di Jakarta dan menolak pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan.
Hal ini karena, DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta atau DKJ menjadi daerah khusus Ibu Kota legislatif.
DPR meminta pemerintah untuk memasukkan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bahwa daerah ini akan dijadikan ibu kota khusus bidang legislasi, namun pemerintah menolak.
Permintaan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi.
Usulan ini muncul saat pembahasan akhir daftar inventarisasi masalah rancangan undang-undang Daerah Khusus Jakarta, pada Senin 18 Maret 2024.
Pada pertemuan tersebut, Ahmad Baidowi meminta agar pusat kegiatan parlemen tetap di Jakarta meskipun aktivitasnya di IKN Nusantara.
Ia menilai, kesiapan pindah ke IKN itu menyesuaikan dengan kondisi lapangan.
Namun, karena Jakarta masih tentang kekhususan dan masih ada kaitannya dengan IKN, maka sebaiknya dijadikan ibu kota legislatif saja.
“Kalau sekalian dibikin kekhususan, bisa nggak misalkan di DKJ itu termasuk juga kekhususan menjadi ibu kota legislasi?” ujar Ahmad Baidowi, dilansir Ayobandung.com dari YouTube Kompas.com, Selasa 19 Maret 2024.
Ahmad Baidowi berpedoman pada skema pembentukan ibu kota di beberapa negara yang tidak hanya terdiri dari satu tempat.
Ia juga bahkan mencontohkan negara yang menerapkan banyak Ibu Kota seperti Afrika Selatan.
“Ada beberapa negara ibukotanya tidak hanya satu, kota Afrika Selatan, ada tiga,” ungkap Baidowi.
Namun, usulan Ahmad Baidowi yang mewakili DPR itu ditolak oleh sekretaris jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro.
Suhajar Diantoro menekankan kedudukan lembaga negara tidak hanya bisa pemerintah atau eksekutif di IKN, melainkan harus termasuk DPR sebagai bagian dari lembaga legislatif.
“Kawan-kawan namun izinkan pemerintah berbeda pendapat dalam hal ini, kalau menurut pemerintah jangan biarkan kami saja di sana. Kita tetap harus bersama pimpinan dalam konteks negara kesatuan,” ungkap suhajar Diantoro.***