JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek menilai urgensi perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ke Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sekadar pilihan politik seluruh fraksi di parlemen.
Hal ini disampaikan ketika ditanya mengenai urgensi DPR mengubah nomenklatur Wantimpres ke DPA dalam revisi UU Wantimpres yang baru saja disahkan menjadi usul inisiatif DPR.
“Kalau urgensinya apa ya, Mas untuk perubahan nomenklatur itu?” tanya Kompas.com ke Awiek lewat pesan singkat, Kamis (11/7/2024).
“Ya itu kan pilihan politik saja,” jawabnya.
Adapun bunyi Pasal 16 UUD 1945 tersebut, “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.”
Berdasarkan bunyi UUD itu, menurut Awiek, tidak ditentukan nama yang pasti untuk Dewan Pertimbangan.
“Nah, Dewan Pertimbangannya enggak dijelaskan, apakah Dewan Pertimbangan Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Pertimbangan Tinggi, Dewan Pertimbangan yang lain, itu terserah pembentuk undang-undang (mau mengubah nomenklatur) karena perintah Undang-undang Dasar itu hanya presiden membentuk dewan pertimbangan,” jelas Awiek.
Oleh karena itu, kata dia, DPR melihat saat ini nama yang paling tepat adalah Dewan Pertimbangan Agung.
Lebih jauh, Awiek juga menegaskan fungsi Wantimpres maupun nantinya bernama DPA tetap sama.
“Maka kemudian di Undang-undang ini (RUU Wantimpres), Dewan Pertimbangan Presiden itu kemudian diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Kedudukannya, sama dengan Wantimpres, fungsinya juga sama dengan Wantimpres,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, rapat paripurna DPR pada hari ini mengesahkan RUU Wantimpres menjadi usul DPR RI.
Adapun RUU ini menyepakati agar Wantimpres diubah menjadi DPA. Nantinya, DPA akan memiliki seorang ketua yang dipilih presiden.
Tak hanya ketua, presiden juga berwenang memilih anggota DPA dengan tidak ada batasan jumlah orangnya. Ini akan diakomodasi dalam RUU Wantimpres.
RUU ini secepat kilat disusun. RUU ini pertama kali dimunculkan pada Selasa (9/7/2024) dengan rapat perdana di Baleg DPR dan langsung diambil keputusan untuk dibawa ke rapat paripurna.