Jakarta – Rapat pembahasan peraturan KPU (PKPU) antara DPR dan KPU masih berlanjut. DPR dan KPU pun kembali terlibat debat.
Rapat digelar di gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017). Debat kali ini terkait dengan form C7 pemilih untuk pilkada.
Ada dua opsi terkait form C7 yang muncul dalam rapat. Form C7 sendiri merupakan daftar hadir pemilih. Form C7 ditujukan agar tak ada penyalahgunaan undangan pemilih (form C6).
“Ada usul pertama (DPR ingin) tulis tangan plus tanda tangan. KPU mengusulkan cocokin nomor urut saja. Cuma kan sama, sama-sama,” ujar anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi (Awiek).
“Mencocokkan orang di DPT (daftar pemilih tetap) 37, di sini (C7) mau nulis 37 itu juga problem. Menghapal jadi problem, menulis nama juga sama. Memakan waktu, sama-sama memakan waktu,” imbuh Awiek.
Menurut Awiek, usul DPR agar form C7 diisi dengan nama dan tanda tangan pemilih punya alasan kuat. Awiek mengatakan sering kali form C7 tak sesuai dengan daftar undangan pemilih.
“Kita ingin antisipasi supaya daftar hadir sesuai yang hadir. Misal Gibran, Gibran yang hadir,” tutur Awiek.
“Temuan kita di lapangan, contoh di tempat saya, TPS saya. Saya lihat seseorang warga sekitar tapi tak punya hak pilih. Dia menggunakan C6, undangan kakaknya, lolos. Petugas KPPS tak tahu namanya, hanya kenal muka, orang sekitar,” sambung Awiek.
Meski demikian, Awiek mengatakan, dalam PKPU tentang C7, ada usul dari KPU untuk menggunakan KTP agar daftar hadir di form C7 sesuai undangan. Alasannya sama-sama baik, untuk menghindari penyalahgunaan hak pilih.
“Tadi ada usul di PKPU menunjukkan KTP atau tanda pengenal lain supaya seperti temuan yang saya temukan tak terjadi di pilkada,” ujar Awiek.
Lebih lanjut Awiek menyebut aturan form C1 atau rekapitulasi penghitungan suara di tingkat TPS serta form C6 sudah disepakati.
“C7 yang belum clear,” sebutnya. (gbr/idh *detik.com*)