Bloomberg Technoz, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai menggelar rapat untuk masa sidang ke-4 tahun 2023-2024 di Kompleks DPR-MPR, hari ini.
Salah satu isu yang bisa menjadi sorotan pada masa sidang usai Pemilu 2024 ini adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas atau parliamentary threshold sebesar 4%. Mahkamah menilai, aturan tersebut membuat banyak suara pemilih hangus hanya karena partainya tak lolos ke DPR.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah menyiapkan usulan tentang besaran angka parliamentary threshold yang ideal. Mereka mengusulkan ambang batas kembali menjadi 2,5% seperti pada Pileg 2009.
“Pada 2009, angka waktu itu 2,5% dan itu moderat,” kata Ketua DPP PPP, Ahmad Baidowi atau Awiek di Kompleks DPR, Selasa (5/3/20240.
Menurut dia, DPR memang harus menentukan kembali tujuan dari penyederhanaan partai politik melalui penerapan parliamentary threshold. Pada 2009, kata dia, fraksi di DPR disusun oleh 9 partai politik dengan sisa suara yang hangus cukup minim.
“Kalau kemarin [Pemilu 2019 dan kemungkinan Pemilu 2024] bisa mencapai 9 sekian persen. [Suara pemilih] menjadi sia-sia,” ujar dia.
Jika berfokus pada upaya mencegah hangusnya suara pemilih, DPR memang harus menghapus total parliamentary threshold seperti pada 1999-2004. Pada saat itu, seluruh partai politik mendapatkan jatah kursi sesuai perolehan suara.
Hanya saja sejumlah partai kemudian harus bergabung agar bisa membentuk fraksi di DPR.
“Kalau mau tidak ada suara yang terbuang ya [Parliamentary threshold] 0% gitu. Tapi masalahnya MK itu kan memberi kewenangan pada pembentuk undang-undang untuk menghitung ulang, berapa kalkulasi yang cocok untuk penghitungan jumlah angka parliametary threshold ini,” kata Awiek.