Tag: Ahok

DPR: Mendagri Harus Tunduk pada UU, Berhentikan Sementara Ahok

Jakarta, Aktual.com – Komisi II DPR RI menilai gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah harus diberhentikan sementara dari jabatannya karena statusnya yang kini sebagai terdakwa kasus penistaan agama.

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Baidowi menjelaskan, UU 23/2014 jo UU 9/2015 tentang Pemerintah daerah pasal 83: (1) kepala daerah/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam 5 tahun penjara.

Ayat (2) kepala daerah dimaksud diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

“Maka dari itu, dalam konteks Ahok harus dilihat ancaman pidananya berapa tahun. Nah, kata didakwa sebagaimana ayat (1) tersebut berarti ketika menjadi terdakwa ataukah ketika jaksa mengajukan tuntutan? Kemudian ayat (2) disebutkan harus ada register di pengadilan. Apakah dua ketentuan tersebut sudah dialami oleh Ahok?,” ujar anggota Komisi II Ahmad Baidowi di Jakarta, Rabu (8/2).

Karenanya, ia mempertanyakan sikap Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo yang belum melayangkan sanksi terhadap Ahok.

“Memang register belum di dapat? Kalau statement terakhir, mendagri menunggu tuntutan jaksa,” katanya.

Meski demikian, dirinya tak ingin menduga-duga alasan diulurnya status terpidana Ahok lantaran berlatar belakang kepentingan Pilkada agar petahana tersebut dapat melanjutkan kontestasi pilgub di DKI Jakarta.

“Saya tidak melihat ke sana, karena meskipun berstatus terdakwa yang bersangkutan masih bisa lanjut pilkada sesuai UU 10/2016 dan PKPU 9/2016,” jelas Politisi PPP ini.

“Dan mengenai pemberhentian sementara, saya kira pemerintah wajib tunduk pada UU,” pungkasnya.

(Laporan: Nailin)

PPP sentil Ahok: Rekaman percakapan Maruf & SBY dari siapa?

Merdeka.com – Wasekjen Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) Ahmad Baidowi atau akrab disapa Awiek mempertanyakan sumber transkrip rekaman percakapan Ketua MUI Maruf Amin dan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang didapat pihak terdakwa Basuki T Purnama ( Ahok). Menurutnya, hanya aparat hukum yang berhak melakukan penyadapan.

“Itu rekaman dari siapa? Kan yang berhak dan berwenang melakukan perekaman dan penyadapan hanya aparat hukum. Apakah timses merekam secara ilegal? atau mendapat bocoran dari yang berwenang? Ini harus clear dalam konteks pendewasaan demokrasi di Indonesia,” kata Awiek saat dihubungi merdeka.com, Rabu (1/2). 

Awiek menegaskan seharusnya Ahok dan kuasa hukumnya tidak perlu menyerang Maruf secara terbuka terkait keluarnya fatwa penistaan agama oleh MUI dan dugaan telepon dengan SBY di persidangan. Ahok, kata dia, bisa menyampaikan keberatan atas kesaksian palsu dalam sesi pledoi. 

“Kalaupun memang mau membantah kiai Maruf bukankah bisa dilakukan dalam pledoi, sehingga tak perlu menyerang secara terbuka di persidangan,” tegasnya. 

Secara pribadi, anggota Komisi II ini mengaku geram dengan tudingan Maruf telah memberikan kesaksian palsu terkait telepon SBY. Serta dugaan fatwa MUI soal penistaan agama bermuatan politis. 

“PPP memahami ketika ada reaksi keras dari warga NU di Indonesia. Saya sendiri sebagai Nahdliyin turut merasakan kekecewaan dan kegeraman dari kawan-kawan,” pungkasnya. 

Sebelumnya, dalam sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kemarin, salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin.

Maruf Amin menegaskan ucapan Ahok dalam kunjungan kerja di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu masuk ke dalam penodaan agama. Tim kuasa hukum Ahok pun menyoroti fatwa penistaan agama yang dikeluarkan MUI. Ahok langsung menyatakan keberatan atas apa yang telah disampaikan oleh Ketua MUI Maruf Amin. Salah satunya, Ahok merasa keberatan atas kesaksian Maruf terkait menerima telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.

“Saya juga keberatan saksi membantah tanggal 7 Oktober 2016 bertemu pasangan calon nomor urut satu, jelas-jelas saudara saksi menutupi riwayat pernah menjadi Wantimpres Susilo Bambang Yudoyono,” ujar Ahok usai mendengarkan kesaksian Ma’ruf di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1).

Menurut Ahok, Maruf bertemu dengan pasangan calon nomor urut satu, Agus-Sylvi di Kantor PBNU pada tanggal 7 Oktober 2016. Namun, sebelum pertemuan itu, Ahok menduga Maruf sempat menerima telepon dari SBY pada tanggal 6 Oktober 2017.

“Jadi jelas tanggal 7 Oktober saudara saksi, saya berterimakasih ngotot bahwa saudara saksi tidak berbohong, tapi kalau berbohong kami akan proses secara hukum saudara saksi, untuk membuktikan bahwa kami memiliki bukti,” tegas Ahok. (mdk/rhm)

 

Sumber: merdeka