Tag: Politik

Golkar Usul Ambang Batas Parlemen 10%, PPP: Itu Arogansi Politik

Jakarta – Partai Golongan Karya mengusulkan agar ambang batas partai politik boleh menempatkan wakilnya di DPR (parliamentary threshold) naik dari saat ini 3,5 persen menjadi 10 persen. Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan usulan tersebut merupakan sikap arogan.

“Usulan PT 10% hanya menunjukkan arogansi politik kelompok tertentu untuk memberangus hak politik orang lain. Sistem Pemilu kita sudah disepakati sistem proporsional, maka parlemen yang dihasilkan pun harus proporsional jangan sampai disproporsional,” jelas Achmad melalui peran singkat kepada detikcom, Rabu (18/1/2017).

Achmad menyebut saat Pemilu 2014 dengan ambang batas parlemen 3,5 persen, ada sekitar 2 juta suara yang hangus. “Padahal pemberian suara tersebut diberikan kepada parpol dan caleg, bukan untuk diwakilkan oleh parpol lain,” imbuhnya.

Selain itu, Achmad menjelaskan membangun parlemen yang kuat dengan multipartai sederhana sebaiknya dilihat berdasarkan indeks kepartaian. Dia mengatakan idealnya ambang batas untuk parlemen dibuat seminimal mungkin atau bahkan dihapus.

“Yang ada sekarang ini 3,5% sudah tergolong moderat. Pengelompokan di DPR nanti bisa dibatasi oleh penyederhanaan fraksi melalui revisi UU MD3,” pungkasnya.

Sebelumnya, anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi Golkar, Rambe Kamarul Zaman, mengatakan pihaknya mengusulkan parliamentary threshold 10 persen. Angka itu diusulkan agar jumlah fraksi di DPR tidak terlalu banyak.

“Sekarang ambang batas parlemen, batasan bentuk fraksi di DPR. Kalau Partai Golkar sudah mengajukan 10 persen,” kata Rambe dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Rapat Fraksi Partai Golkar, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1). (dkp/imk)

Sumber: https://news.detik.com/read/2017/01/18/185400/3399462/10/golkar-usul-ambang-batas-parlemen-10-ppp-itu-arogansi-politik

PPP: Politik Dinasti Rawan Korupsi

RMOL. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Wasekjen PPP) Ach Baidowi menilai politik dinasti yang berlangsung di sejumlah daerah hanya menjadi pemicu tindak pidana kurupsi.

Ia mengatakan, tertangkapnya Bupati Klaten, Jawa Tengah (Jateng) Sri Hartini melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) penyidik KPK semakin menguatkan tradisi politik dinasti ini rawan korupsi.

“Bahwa dinasti politik berkorelasi dengan perilaku koruptif,” jelas pria yang akrab disapa Awiek ini saat dihubungi rmoljakarta.com, Selasa (3/1).

Anggota Komisi II DPR RI ini mengungkapkan, politik dinasti di Klaten ini terbilang unik dimana kekuasaan berada dalam dua keluarga yang saling bergantian menjabat bupati dan wakil bupati selama puluhan tahun.

Oligarki kekuasaan ini sambung Awiek menyebabkan lemahnya pengawasan publik yang memang seringkali dibonsai.

“Apa yang terjadi di Klaten hanyalah salah satu contoh saja,” imbuh dia.

Lebih lanjut Awiek mengatakan, DPR bersama pemerintah sebenarnya sudah mendesain sistem politik yang lebih terbuka dengan melarang pola politik dinasti.

“Namun larangan tersebut dibatalkan oleh MK. Padahal berdasarkan fakta yang ada politik dinasti ini berkorelasi dengan prilaku koruptif,” ujarnya.

Diketahui, sebelum dibatalkan MK, larangan politik dinasti ini diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada.

Dalam Pasal 7 huruf r disebutkan, Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Penjelasan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” dalam UU tersebut adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 kali masa jabatan.

“Kami menyayangkan adanya putusan MK tersebut tapi sebagai sebuah produk hukum ya kita harus hormati,” tukas legislator asal Madura ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Penyidik KPK menangkap tangan Tri Hartini karena kasus dugaan menerima suap mutasi dan promosi di lingkungan pemerintah kabupaten Klaten, Jateng, Jumat 30 Desember 2016.

Selain itu,  KPK juga mengamankan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten Suramlan yang diduga berperan sebagai pemberi suap.

Dari rumah dinas Sri Hartini, KPK mengamankan uang sekitar Rp 2 miliar dan pecahan mata uang asing US$ 5.700 dan SGD 2.035, selain juga catatan penerimaan uang.

Mendiang suami Sri Hartini, Haryanto Wibowo, pernah menjabat bupati Klaten pada periode 2005-2010, dan Sri Hartini sebelumnya pernah menjabat sebagai wakil bupati Klaten, serta pernah menjadi ketua DPC PDIP Klaten periode 2006-2010 dan bendahara DPD PDIP Jawa Tengah periode 2010-2015. [has/dka]

 

Source : http://m.rmoljakarta.com/news.php?id=39557