JAKARTA, SP – Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) menegaskan jika partai politik peserta pemilu berkomitmen menjaga stabilitas politik yang kondusif untuk pemilu 2024 mendatang. Jika ada perbedaan pandangan dalam kontestasi itu biasa saja, karena dalam politik selalu ada dinamika.
“PPP dan partai-partai peserta pemilu berkomitmen menjaga stabilitas, kondusifitas politik, dan keamanan menuju pemilu 2024. Yang suka gaduh itu biasanya dari luar. Misalnya Pak Suharso Monoarfa dipecat dari PPP kata Denny Indrayana gara-gara empat kali bertemu Anies. Ini jelas hoaks, fitnah, dan ini bisa dilaporkan ke polisi,” tegas Baidowi.
Demikian disampaikan Achmad Baidowi dalam dialektika demokrasi “Bersama Menjaga Stabilitas Politik Ditahun Politik” anggota DPR RI Fraksi Demokrat Herman Khaeron, anggota DPR RI Fraksi PKB Yanuar Prihatin, anggota DPR RI Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, dan pengamat Politik dari Indikator Politik, Bawono di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Menurut Awiek – sapaan akrab Ketua DPP PPP itu, sebenarnya partai itu siap-siap saja, karena sebelumnya ada putusan MK yang diputus menjelang pemilu kurang dari satu bulan. ^Kalau mendukung terbuka, kan 8 Parpol sejak awal sudah tegas menolak tertutup. Persoalannya apa yang disampaikan Denny Indrayana itu tidak sesuai fakta. Seperti tuduhan kepada Pak Suharso Monoarfa. Itu fitnah, hoaks, dan kalau diproses hukum jangan dibilang dikriminalisasi,” tegasnya.
Hal yang sama disampaikan Misbakhun, kalau apa yang disebut Denny itu tidak sesuai fakta. Soal MK ini bukan masalah kepentingan kekuasaan, bukan kepentingan partai, bahwa soal sistem pemilu memang belum ada yang baku. Ada dinamika wajar saja dan ini tanggungjawab bersama untuk menjaga kesinambungan demokrasi melalui kontestasi pemilu.
“Pemilu 5 tahunan ini kita jaga bersama dengan damai, sejuk, jaga kondusifitas, dan jangan ketika tidak berkuasa melankolis, memelas dan menangis. Saya pernah diadili dan saya menang. Golkar ini partai paling tua dan sudah melalui pemilu yang damai maupun gaduh, tapi tetap komitmen untuk memgawal demokrasi ini dengan damai. Buat apa pemilu yang gaduh dan tidak kredibel,” ujarnya.
Yanuar Prihatin menilai jika stabilitas politik itu menyangkut tiga hal; kemanan, kenyamanan dan kebebasan. Kalau ketiga unsur itu terganggu, maka akan mengganggu stabilitas. Hal itu bisa disebabkan oleh perilaku individu, kelompok, maupun kebijakan pemerintah. “Kalau kebijakan yang dikeluarkan tidak kompatible dengan kondisi sosial politik masyarakat juga bisa menimbulkan kegaduhan,” tambah Yanuar.
Herman Khaeron menggarisbawahi jika semua memahami dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI), maka dinamika kontestasi politik itu biasa. Sebab, tak ada kawan maupun lawan politik yang abadi, karena semua berkepentingan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Boni Hargens hanya menyayangkan munculnya politik identitas di Pilkada 2017 Jakarta, dimana identitas itu menguntungkan Anies Baswedan dan itu berlanjut di pemilu 2019. Sama halnya apa yang disebut Denny Indrayana bahwa Presiden Jokowi bisa dimakzulkan itu dengan mengambil contoh Watergate Amerika sebagai hal yang keliru. “Ini jelas provokasi kalau dibiarkan berbahaya. Juga soal korupsi Menkominfo Johny G Plate, dibilang kriminalisasi, padahal murni hukum. Jadi, narasi Denny itu bisa bikin gaduh politik. Nanti kalau jago capresnya kalah, dia akan bilang didzolimi pemerintah,” kata Boni sambil tertawa.
Bawono juga menyayangkan tak hadirnya politik gagasan dan ide menjelang pemilu 2024 ini. “Hal itu yang absen dalam pemilu kita selama ini. Padahal dalam survei anak muda, mereka malah peduli pada masalah lingkungan, iklim, kesehatan dan sebagainya. Mereka tak lagi memikirkan identitas,” ungkapnya.
Sumber: https://www.suarapemredkalbar.com/read/potret/08062023/dpr-sayangkan-provokasi-denny-indrayana-tidak-berdasarkan-fakta