NKRIPOST JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah mengambil langkah resmi dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Tindakan ini memunculkan beragam tanggapan, termasuk dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi yang akrab disapa Awiek.
Awiek menyatakan bahwa selain KPU, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) juga seharusnya diubah agar sesuai dengan putusan MK.
“Norma yang berlaku saat ini adalah PKPU. Oleh karena itu, jika ingin mematuhi putusan MK, PKPU harus direvisi,” ujarnya.
Awiek juga menekankan bahwa syarat-syarat terkait batas usia calon tersebut seharusnya bisa direvisi melalui sidang hybrid. Jika PKPU tidak segera direvisi, maka PPP akan tetap mengacu pada PKPU sebelumnya.
Namun, Awiek menyatakan bahwa saat ini PPP masih belum memastikan apakah mereka telah menerima surat resmi dari KPU terkait masalah ini.
“Saya belum tahu, nanti saya akan memeriksanya. Saya masih sibuk dengan rapat pimpinan nasional (rapimnas),” ungkap Awiek.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah merilis surat tindak lanjut resmi terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyangkut gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden. Surat tindak lanjut ini diterbitkan pada tanggal 17 Oktober 2023 dan ditandatangani oleh Ketua KPU, Hasyim Asy’ari. Surat KPU ini memiliki nomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023 dan ditujukan kepada peserta Pemilu 2024.
Dalam surat tersebut, KPU menjelaskan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.
“Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini memiliki sifat final dan mengikat (final and binding),” demikian bunyi isi surat KPU.
Putusan MK ini merupakan respons terhadap sebagian gugatan yang diajukan oleh mahasiswa Unsa, Almas Tsaqibbirru. Gugatan ini bertujuan untuk memungkinkan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden.