Jakarta – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mempunyai strategi khusus untuk menekan harga BBM jika menang dalam Pemilu 2024, di antaranya adalah dengan membangun kilang minyak dan menekan impor.
“Pembangunan kilang BBM sangat penting karena konsumsi BBM terus naik, sedangkan kapasitas kilang dalam negeri sangat terbatas dan sudah berusia tua. Akibatnya, impor BBM naik setiap tahun,” kata Wakil Ketua Bappilu DPP PPP Achmad Baidowi dalam keterangan tertulis, Minggu (24/12/2023).
Data Kementerian ESDM menunjukkan kenaikan impor BBM. Pada 2020 impor BBM tercatat sebesar 19,93 juta kiloliter, naik 10,8% menjadi 22,09 juta kiloliter pada 2021, dan naik lagi 26,1% menjadi 27,86 kiloliter pada 2022.
“Besarnya impor BBM yang terus naik ini menimbulkan dampak multidimensi. Indonesia menjadi sangat tergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan energinya sehingga ketahanan energinya menjadi lemah. Harga BBM menjadi sangat dipengaruhi tingginya harga minyak dunia yang terus naik akibat gejolak geopolitik dunia,” jelas Juru Bicara PPP tersebut.
Awiek, begitu ia biasa disapa, menyebutkan bahwa subsidi BBM dalam APBN pun terus naik dan sangat membebani negara. Subsidi BBM dan LPG pada 2020 sebesar Rp 47,7 triliun, kemudian naik menjadi Rp 83,8 triliun pada 2021 dan naik lagi menjadi Rp 115,6 triliun pada 2022. Pada 2023, subsidi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp 114,5 triliun. Dalam RAPBN 2024, subsidi BBM dan LPG dianggarkan sebesar Rp 110 triliun.
“Besarnya subsidi BBM yang terus meningkat ini menjadi dilematis bagi negara. Di satu sisi, subsidi sangat membebani negara yang seharusnya bisa dialihkan untuk anggaran pembangunan yang lebih produktif,” tambahnya.
Namun di sisi lain, kata Awiek, jika subsidi dikurangi, harga BBM bersubsidi bisa melonjak naik yang dapat membebani perekonomian masyarakat. Harga barang-barang kebutuhan masyarakat dan biaya transportasi akan naik. Inflasi akan terangkat tinggi, daya beli masyarakat menjadi berkurang, kesejahteraan masyarakat akan menurun, dan kemiskinan akan meningkat.
Sehingga, pembangunan kilang menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri sehingga mengurangi impor BBM. Dengan kemampuan memenuhi kebutuhan energinya, maka pembangunan kilang juga akan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Oleh karena itu, pembangunan kilang menurutnya mutlak harus dilakukan. Namun pembangunan kilang baru sampai sekarang belum terwujud. Kilang terakhir yang dibangun adalah kilang Balongan yang dibangun pada 1990 dan mulai beroperasi pada 1994. Ini berarti sudah 30 tahun tidak ada pembangunan kilang baru.
Menurutnya, ada dua faktor yang mempengaruhi pembangunan kilang, yakni faktor bisnis dan faktor ketahanan energi nasional. Dari sisi bisnis, pembangunan kilang kurang prospektif karena modal yang dibutuhkan sangat besar dan tingkat keuntungannya kecil, sehingga waktu pengembalian modal menjadi cukup lama.
Namun pembangunan kilang BBM jangan hanya dikaitkan dengan faktor bisnis. Pembangunan kilang harus dikaitkan dengan pertimbangan peningkatan ketahanan energi nasional untuk kecukupan pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri yang sangat strategis bagi kegiatan perekonomian.
“Mengingat pentingnya pembangunan kilang BBM, maka PPP mengusulkan agar upaya pembangunan kilang tidak diserahkan pada skema bisnis, tapi tanggung jawabnya diserahkan pada negara. Oleh karena itu, PPP mengusulkan agar dana pembangunan kilang menjadi tanggung jawab negara dan dialokasikan dalam APBN. Dengan demikian, kepastian pembangunan kilang dapat lebih terjamin,” kata Baidowi.
Terwujudnya pembangunan kilang diyakini akan berdampak multidimensi di antaranya mengurangi impor BBM, menyehatkan neraca perdagangan, menurunkan subsidi dan harga BBM dalam negeri, dan sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional.