RM.id Rakyat Merdeka – Wacana menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 bisa dilakukan lewat revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Dua cara itu bisa terwujud bila DPR juga ikut membahasnya. Sayangnya, sampai sekarang, para wakil rakyat di Senayan masih pasif.
Padahal, wacana untuk menambah jumlah kementerian di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka lagi kencang-kencangnya. Mengingat saat ini, Prabowo memang lagi menyusun struktur kabinet yang akan membantunya memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.
Kenapa DPR masih pasif? Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi menegaskan, revisi UU Kementerian Negara sebenarnya sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2020-2024. Namun, revisi UU tersebut sama sekali belum pernah dibahas.
“Sejauh ini belum ada rencana pembahasan,” kata Awiek-sapaannya, kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).
Ketua DPP PPP ini menyerahkan keputusan soal penambahan jumlah Kementerian kepada Prabowo. Apalagi hal itu merupakan hak prerogatif seorang presiden terpilih untuk menyesuaikan kebutuhan pemerintahannya mendatang.
“Tapi, tetap harus direvisi dulu Undang-Undang Kementerian Negara,” pesan Awiek.
Awiek mengingatkan, menambah jumlah kementerian tidak bisa langsung diterapkan. Prabowo sebagai Presiden terpilih, tetap harus memiliki payung hukum untuk mengubah jumlah kementerian di kabinet.
Senada dengan Awiek, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyatakan, penambahan jumlah kementerian tidak bisa dilakukan seenaknya tanpa payung hukum yang jelas. Revisi UU Kementerian Negara harus lebih dulu dilakukan, bila ingin menambah jumlah kursi menteri.
“Sesuai Undang-Undang 39/2008 tentang Kementerian Negara, telah diatur mengenai jumlah bidang Kementerian pada pasal 12,13 dan 14 disebutkan paling banyak 34 Kementerian dengan rincian 4 Menko, 30 Menteri Bidang,” kata Junimart kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).
Politisi PDIP ini berharap, rencana Prabowo menambah jumlah kementerian tidak berdasarkan bagi-bagi kursi. Apalagi, penambahan kabinet hanya untuk mengakomodir kepentingan dari partai pendukung Prabowo.
Menurutnya, penambahan itu harus didasari oleh kebutuhan yang bersifat keharusan demi kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan golongan semata.
“Rencana adanya penambahan kursi kabinet Prabowo-Gibran tentu harus ada dasar dan alasan kebutuhan yang memang keharusan untuk kepentingan percepatan kerja-kerja kebutuhan pemerintahan bagi rakyat,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar, Dave Laksono memastikan bahwa pembahasan revisi UU Kementerian Negara bakal segera dilakukan. Namun kapan dilakukan, Dave masih belum bisa memastikan. “Nanti pada saatnya akan dibahas,” ujarnya.
Ketua DPP Partai Golkar ini menjelaskan, penambahan kursi menteri adalah hal yang penting, agar Pemerintahan Prabowo-Gibran dapat berjalan lancar untuk mencapai target-targetnya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara yang juga pengacara kondang, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, peluang bagi Prabowo untuk menambah jumlah kementerian masih terbuka lebar. Caranya dengan merevisi UU Kementerian Negara.
“Dapat saja ditambah, tetapi dengan amandemen Undang-Undang Kementerian Negara,” kata Yusril, dalam keterangan resminya, Rabu (8/5/2024).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini juga menyebutkan, cara lain yang bisa dilakukan Prabowo untuk menambah jumlah menterinya dengan menerbitkan Perppu yang bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi dan DPR saat ini.
Kalau tidak ingin revisi, maka cara lainnya dengan mengeluarkan Perppu. Untuk Perppu ini, bila langsung dilakukan Prabowo usai dilantik sebagai Presiden terpilih.
Yusril sepakat, bila jumlah Kementerian dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) memang perlu ditambah. Ia bahkan menyoroti soal penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menjadi Kemendikbud Ristek yang dianggapnya terlalu gemuk dan rumit.
Menurutnya, sebagai negara berkembang, keberadaan kementerian riset sangat dibutuhkan untuk menghasilkan inovasi dan teknologi untuk mengerjakan sesuatu menjadi lebih efektif dengan hasil maksimal.
“Kementerian ini harus dipimpin orang super-cerdas seperti BJ Habibie dahulu yang mampu menghadirkan masa depan ke masa kini,” pungkasnya.
SUMBER: https://rm.id/baca-berita/parlemen/220104/revisi-uu-kementerian-senayan-masih-pasif