Revisi UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) batal menggunakan nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Beleid itu tetap dilakukan perubahan dan ditambahkan RI.
Awalnya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi atau Awiek menyampaikan bahwa DPA muncul karena diusulkan pemerintah dan pihaknya menyerahkan ke fraksi-fraksi terkait usulan itu. Hal ini disampaikan dalam rapat panitia kerja (panja) Revisi UU Wantimpres.
“Disini ada perubahan, waktu kita mengusulkan itu namanya Dewan Pertimbangan Agung, tapi pemerintah menginginkan namanya tetap Dewan Pertimbangan Presiden, sesuai nama yang lama dan ini kita kembalikan ke fraksi-fraksi, apakah tetap dengan usulannya ataupun nanti ada modifikasi boleh, kan ini sifatnya pembahasan,” ujar Awiek di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari ini.
Fraksi PKS, NasDem, Gerindra, dan PAN juga menyampaikan agar tetap menggunakan Wantimpres. Karena dewan pertimbangan telah termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pada Pasal 16 UUD 1945 versi perubahan, berbunyi; Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
Awiek mengatakan perlu menyesuaikan frasa dalam UUD 1945. Sehingga, tidak membuat publik bingung. “Ini supaya tidak menimbulkan confused di publik, bahwa di UUD hanya disebutkan bahwa presiden dapat menentukan dewan pertimbangan, huruf kecil tanpa nama belakangannya,” jelas Awiek.
Dalam rapat juga berkembang usulan bahwa ditambah RI. Peserta rapat baleg dan pihak pemerintah juga menyetujui. Sehingga, diputuskan menjadi UU Wantimpres RI. “Setuju ya. Dibungkus nih. Jadi Dewan Pertimbangan Presiden RI,” ucap Awiek.(P-2)