TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anwar Usman tetap bertahan menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK), meski dia sudah dicopot dari jabatan ketua MK, lantaran melakukan pelanggaran etik perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai, hal itu menunjukkan kondisi yang ada di Indonesia.
Sebab, dia merujuk kondisi di Jepang, di mana jika ada pejabat melakukan kesalahan sekecil apa pun, maka akan mengundurkan diri sebagai rasa tanggung jawab.
“Itu menunjukkan bahwa itu masih di Indonesia, kalau di Jepang mungkin sudah mundur berarti anda masih di Indonesia,” kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Menurur Baidowi, gelombang desakan menuntut Anwar Usman mundur dari MK kian ramai.
Namun, Baidowi mengingatkan hal itu tergantung dari keputusan Anwar Usman, apakah tetap bertahan, atau bersikap negarawan memenuhi tuntutan publik.
“Sekali lagi ini tergantung dari Anwar Usman, apakah beliau akan mengedepankan jiwa kenegarawanannya, kelegawaannya untuk memenuhi tuntutan harapan besar dari publik,” ujar Ketua DPP PPP itu.
“Atau dia ingin bertahan di suasana (tidak) nyaman, semuanya ada pilihan semua, sama-sama konstitusional, sekarang soal etik pantas atau tidak pantas saja, setiap orang dia bersidang digunjingkan terus, nyaman enggak?” tandasnya.