Anggota Komisi III DPR RI Achmad Baidowi menegaskan tentang pentingnya penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 dengan mengedepankan demokrasi yang luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil). Supaya dapat mencegah kemungkinan penggunaan dan intervensi dari lembaga struktur negara untuk kemenangan partai politik dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) tertentu.
“Jangan sampai ada penggunaan struktur negara, aparatur negara untuk kemenangan calon-calon tertentu, kalau itu digunakan akan chaos dan kasihan demokrasi yang sudah kita usung sangat maju ini dirusak oleh misalkan karena hasrat kekuasaan,” papar Achmad Baidowi dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Bersama Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu’ di Media Center Parlemen di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Menurutnya demokrasi yang sudah diusung bersama sudah sangat maju sekarang ini, jangan sampai dirusak oleh karena hasrat kekuasaan. Baidowi pun menyinggung soalnya peristiwa drama politik akhir-akhir ini yang menurutnya arahnya pada pasangan capres cawapres pihak tertentu. Dia menyebut drama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu lembaga struktur negara, soal dibolehkannya capres cawapres di bawah usia 40 tahun asalkan pernah menjadi kepala daerah yang mendapat kecaman banyak masyarakat.
“Memang kemudian di pemilu kita ini, terlalu banyak ada drama-drama, drama Korea (drakor), saya tak tahu siapa yang menciptakan drakor dan siapa yang drakor. Siapa yang menjadi korban, karena sudah nggak jelas sekarang, antara pencipta, pelaksana, pelaku drakor dengan penikmat drakornya sama,” ungkapnya.
Sekalipun demikian, Baidowi yang merupakan Politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga Wakil ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengapresiasi hiruk pikuk pemilu saat ini yang agak berkurang dibanding Pemilu 2019 yang faktanya membuat rakyat terbelah. “Kami berharap kondisi ini terus terjaga, karena kita diberi ruang memberikan kritik dan semacamnya, silahkan saja dan itu digunakan untuk mengkritisi putusan MK yang berakibat pada Gibran menjadi cawapres,” kata Baidowi.
Di sisi lain, pengamat politik Ujang Komarudin yang juga menjadi narasumber diskusi, menekankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu, termasuk aparat pemerintah mesti berdiri di semua golongan. “Enggak bisa condong ke A atau ke B, kita menyaksikan Pemilu 2019 yang lalu kan sangat ketara,” ujarnya.
Sumber: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/47397/t/javascript;