Achmad Baidowi
Secara tak terduga, timnas Indonesia mampu lolos dari kualifikasi grup A AFF Suzuki Cup 2016. Disebut tidak terduga karena Indonesia baru saja melewati sanksi FIFA yang berimbas pada larangan tampil di event internasional. Praktis timnas baru disiapkan dalam jangka tiga bulan, sebuah rentang waktu yang sangat mepet untuk mempersiapkan tim menghadapi kompetisi level tertinggi kawasan Asia Tenggara.
Namun, dalam perjalanannya Andik Virmansyah, dkk mampu membalikkan anggapan sebagai tim underdog. Timnas menjelma menjadi tim kuda hitam yang menakutkan.
Sempat tampil loyo di pertandingan pembuka grup A dengan digebuk Thailand 4-2 (2-0). Lambat laun, timnas mulai bergeliat dengan bermain imbang 2-2 (1-1) melawan tuan rumah Filipina, dan di laga pamungkas menjungkalkan Singapura 2-1 (1-0). Kemenangan tersebut menjadi tiket untuk lolos sebagai runner up mendampingi Thailand yang tampil nyaris tanpa cela.
Sistem home and away yang diberlakukan AFF pada fase semifinal dan final, menjadi keuntungan sendiri bagi Indonesia. Awalnya sempat khawatir karena tidak bisa bermain di hadapan 80.000 suporter yang biasa memadati Gelora Bung Karno. Namun. antusiasme publik tetap tinggi meskipun pertandingan dihelat di Stadion Pakansari, sport centre milik Pemkab Bogor dengan kapasitas 30.000 penonton. Tentu saja atmosfir dukungan jauh berbeda dengan bermain di GBK. Meski demikian, di luar stadion antusiasme suporter yang tidak kebagian tiket jumlahnya mencapai lebih separuh dari kapasitas stadion. Euforia di luar stadoin tak kalah meriah. Mereka tak menghiraukan kondisi luar stadion yang becek bercampur lumpur akibat belum rampungnya konstruksi taman. Kelompok-kelompok suporter seperti Bonekmania, Jakmania, Bobotoh, Pasopati, Aremania terlihat kompak mengenakan jersey timnas untuk memberikan dukungan langsung.
Pengorbanan suporter ini dibayar manis ketika pasukan Garuda mampu membungkam tim kuat Vietnam dengan skor 2-1 (1-1), Sabtu (3/12). Presiden Jokowi yang hadir langsung di stadion pun tampak kegirangan menyaksikan timnas unggul. Kemenangan tersebut menjadi modal penting untuk mengantarkan Indonesia menuju final setelah ditahan imbang 2-2 (1-0) di Mỹ Đình National Stadium, Hanoi Vietnam, Rabu (7/12). Dengan demikian, Stadion Pakansari kembali menjadi homebase garuda ketika harus kembali bersua Thalinad di leg pertama final Piala AFF, Rabu (14/12). Antusiasme publik terhadap perjuangan timnas semakin besar. Mereka rela antre berdesak-desakan – bahkan ada yang pingsan – untuk mendapatkan tiket di kantor Garnisun Jakarta Pusat.
Suporter yang tak kebagian rela merogoh kocek hingga tiga kali lipat untuk mendapatkan tiket dari para calo. Seperti pertandingan semifinal, antusiasme suporter untuk hadir langsung di Stadion Pakansari cukup tinggi. Mereka ingin menjadi saksi sejarah perjuangan timnas. Terlebih, PSSI menyiapkan layar lebar dan bakso gratis bagi suporter yang tidak kebagian tiket.
Di tengah cuaca gerimis, suporter tuan rumah terlihat lesu setelah tandukan Teerasil Dangda merobek jala Kurnia Miega. Penonton pun nyaris tanpa ekspresi meskipun tidak kehilangan semangat. Suara gemuruh Stadion Pakansari tinggal separuh. Penulis yang memilih menggunakan tiket ekonomi sangat merasakan lesunya suasana pada babak pertama. Sayup-sayup suara suporter Thailand mulai menggema, meskipun langsung hilang oleh terikan pendukung tuan rumah. Penulis sengaja mengambil slot tribun ekonomi karena ingin berbaur dengan suporter umum dan ingin menggugah kembali naluri suporter yang sudah lama vakum.
Situasi berubah ketika Rizky Pora dan Hansamu Yama membuat timnas membalikkan keadaan degan skor 2-1. Riuh gemuruh suporter tak bisa dibendung, terompet bersahutan, drum band tak henti digebuk. Sorak-sorai beradu dengan tepuk tangan seisi stadion. Kembang api pun dinyalakan hingga asapnya memenuhi Stadion Pakansari yang menyebabkan pandangan mata terganggu oleh kepulan asap. Di tribun barat daya sekitar 200 suporter Thailand terliat lesu, bahkan diam membisu. Tim underdog ternyata mampu membuat kejutan dengan menumbangkan gajah putih yang selama turnamen tampil nyaris tanpa kesalahan.
Kondisi ini sebenarnya memberikan pelajaran penting bagi kita semua. Bahwa, keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya dan berprestasi. Semangat dan upaya keras akan mampu mengubah keadaan. Setidaknya, hal tersebut ditunjukkan oleh pasukan garuda yang dipimpin Boaz Salossa. Kerja keras tanpa lelah yang ditanamkan pelatih Alferd Riedl mampu membuahkan hasil maksimal. Meskipun kita dalam dalam kondisi terjepit, namun dengan semangat tinggi mampu menemukan jalan keluar. Dalam al-Qur’an Allah berfirman “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].
Merujuk pada firman tersebut, bahwa hanyalah kita yang mampu mengubah nasib sendiri dengan kerja keras dan semangat yang tinggi. Maka, dalam kondisi kebangsaan yang tengah diuji ini , kita tidak boleh berdiam diri dan hanya berpangku tangan, seolah pasrah pada keadaan. Begitupun menghadapi kondisi ekonomi yang mulai seret, rakyat Indonesia dituntut lebih kreatif untuk menciptakan peluang dan tidak hanya berpangku tangan. Karena dalam Hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Imam al-Bukhâri (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124).
Artinya kita lebih baik memberi daripada meminta. Nasib kita lebih ditentukan oleh diri kita sendiri bukan ditentukan orang lain. Di Stadion Pakansari kita semua ditunjukkan arti sebuah perjuangan berat untuk menggapai sukses. Selagi ada semangat dan kerja keras niscaya akan ada jalan keluar. Maka Spirit dari Stadion Pakansari, layak kita miliki.
*anggota Komisi II DPR/Fraksi PPP/pendukung timnas