INILAHCOM, Jakarta – Anggota DPR Fraksi PPP, Achmad Baidowi menilai pandangan Yusril Ihza Mahendra soal kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa membubarkan partai politik yang terbukti terlibat menerima uang korupsi masih sumir.
Menurut dia, secara hukum memang apabila partai politik terbukti korupsi di mana ada uang kejahatan korupsi mengalir ke partai politik tersebut itu bisa dibubarkan.
“Tapi kalau sekarang masih prematur, masih terlalu dini. Memang partai mana? Jangan lah masyarakat dibuat ombang-ambing oleh wacana-wacana yang itu membuat gaduh,” kata Baidowi kepada INILAHCOM, Senin (26/3/2018).
Wakil Sekjen PPP ini melihat pandangan Yusril yang merupakan pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Umum PBB (Partai Bulan Bintang) menyusul dari kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, di mana ada beberapa partai politik yang disebut diduga menerima dan menikmati hasil korupsi tersebut.
“Itu kan paling berangkat dari sidang e-KTP, kan begitu. Tapi kan bukan bukti itu hanya pengakuan, harus verifikasi apalagi sudah dibantah oleh teman-teman yang tertuduh,” ujarnya.
Kecuali, kata Baidowi, apabila nanti sudah ada putusan pengadilan ternyata ada uang mengalir ke salah satu partai maka silahkan saja diproses dan dibuktikan.
“Kalau sekarang kan masih sumir,” jelas dia.
Untuk diketahui, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membubarkan partai politik yang terbukti terlibat menerima uang korupsi.
Hal itu terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto yang menyebut sejumlah politikus diduga menerima jatah uang e-KTP.
“Apakah MK bisa membubarkan parpol yang diduga terlibat suap kasus e-KTP. Jawab saya, masalah ini cukup panjang dan berliku,” kata Yusril.
Ia mengaku sebagai orang yang mewakili Presiden waktu itu dalam mengajukan dan membahas RUU Perubahan Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 dan membahas RUU MK dengan DPR sampai selesai, bahkan menyadari rumitnya penegakan hukum terkait masalah ini.
Menurut dia, UU Tipikor memberi kewenangan kepada aparat penegak hukum termasuk KPK untuk menyidik kejahatan korporasi.
“Termasuk kategori korporasi adalah parpol yang jika terlibat dalam kejahatan, maka pimpinannya dapat dituntut, diadili dan dihukum,” ujarnya.
Berdasarkan Pasal 68 UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konsitusi, maka lembaga itu berwenang untuk memutus perkara pembubaran partai politik.
“Parpol bisa dibubarkan jika asas dan ideologi serta kegiatan-kegiatan parpol itu bertentangan dengan UUD 1945,” katanya.
Selain itu, MK dapat menyidangkan perkara pembubaran partai ketika ada permohonan yang diajukan pemerintah karena memiliki kedudukan hukum atas itu.
Untuk itu, kata Yusril, KPK pun harus melakukan penyidikan atas partai politik yang diduga menikmati aliran uang suap e-KTP sehingga dibuktikan di pengadilan.
“Kalau dilihat dari perspektif hukum pidana terkait kejahatan korporasi, jika korporasi tersebut terbukti melakukan kejahatan, maka yang dijatuhi pidana adalah pimpinannya, korporasinya sendiri tidak otomatis bubar. Begitu juga halnya jika parpol terbukti korupsi, maka pimpinannya yang dijatuhi hukuman. Sementara partainya sendiri tidak otomatis bubar,” katanya.[inilah.com]