TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi atau Awiek mengkritisi langkah Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) melaporkan anggota DPR fraksi PDIP, Masinton Pasaribu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Awiek menilai langkah kelompok advokat Lisan melaporkan Masinton ke MKD DPR karena mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), berbahaya.
“Masa orang mengajukan hak angket dalam rapat paripurna diajukan ke MKD,” kata Awiek kepada wartawan, Sabtu (4/11/2023).
Dia mengingatkan bahwa sebagai anggota DPR, Masinton memiliki hak imunitas.
“Padahal dia itu dilindungi undang-undang, punya hak imunitas,” ujar Awiek.
Pelaporan terhadap Masinton dilakukan anggota Advokat LISAN Syahrizal Fahlevy di Pilpres MKD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Syahrizal menganggap usulan Masinton bentuk pelecehan terhadap MK. Sebab, lembaga penjaga konstitusi itu bukanlah objek hak angket.
“Usulan tersebut merupakan pelecehan terhadap MK yang mana sebagian lembaga yudikatif yang independen,” kata Syahrizal di lokasi.
Dia menjelaskan dalam UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR/DPR/DPD atau UU MD3, Pasal 79 Ayat 3 hak angket digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal strategis atau yang berdampak luas pada masyarakat.
Selain itu, Syahrizal menegaskan keputusan MK adalah bersifat final dan mengikat. Sehingga, bebas dari segala bentuk intervensi apapun.
“Oleh karena itu kami melaporkan Masinton Pasaribu yang mana tugas anggota DPR itu harus menjaga kehormatan daripada DPR itu sendiri,” ujarnya.
Adapun usulan hak angket terhadap MK disampaikan Masinton dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10/2023).
Masinton menilai terjadi tragedi konstitusi setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
“Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi,” kata Masinton.
Dia menegaskan konstitusi harus berdiri tegak, tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.
Masinton menjelaskan dirinya bersuara bukan atas kepentingan pasangan capres dan cawapres 2024.
“Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini,” ucapnya.
Dia menambahkan putusan MK tersebut tidak berdasarkan kepentingan konstitusi, namun dianggap putusan kaum tirani.
“Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak,” jelas Masinton.