JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017 yang membatalkan ketentuan Pasal 173 ayat 3 UU 7/2017 sebenarnya tak perlu terjadi jika kita mendudukkan pada UU. Sebab Pasal 3 yang dibatalkan berbunyi bahwa parpol yang telah dinyatakan lolos verifikasi berdasarkan syarat ketentuan ayat 2 tidak dilakukan verifikasi ulang.
“Sebenarnya, dihapus atau tidaknya ayat 3 tersebut tidak berpengaruh terhadap makna verifikasi. Karena dalam UU hanya disebut verifikasi yang oleh KPU menerjemahkannya menjadi verifikasi administrasi dan verifikasi faktual,” kata Achmad Baidowi kepada wartawan, Selasa (16/1/2019).
Hal inilah, kata Baidowi, yang kemudian menjadi persoalan terkait verifikasi faktual. Sebab karena dari aspek waktu, menurut Baidowi, KPU dihadapkan pada ketentuan Pasal 178 dan Pasal 179 yang mengharuskan penetapan parpol peserta pemilu paling lambat 14 bulan sebelum pemilu.
Menurut Wakil Sekjen DPP PPP ini, ketika KPU menindaklanjuti putusan MK dengan melakukan verifikasi faktual maka dari aspek waktu akan melewati batas maksimal dan melanggar ketentuan pasal 178 dan 179.
Sebaliknya, ketika KPU memangkas waktu verifikasi faktual terhadap 12 parpol lama agar tercapai ketentuan Pasal 178 dan 179, maka KPU sendiri menyalahi substansi dari putusan MK yakni harus terciptanya kesetaraan.
“Sejatinya, makna verifikasi yang termuat dalam UU sudah dilalui oleh parpol lama yakni melalui SIPOL dan dinyatakan Memenuhi Syarat (MS). Maka kemudian, untuk tidak menyalahi UU, yang perlu dilakukan adalah melakukan penyesuaian terhadap PKPU 11/2017 dengan merumuskan kembali makna verifikasi yang dimaksud dalam UU,” katanya.
Salah satunya, kata Baidowi, yakni tidak ada lagi verifikasi faktual sehingga parpol yang sudah lolos verifikasi (administrasi). Karena dalam UU hanya disebut penelitian administrasi sudah dinyatakan memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Artinya, 16 parpol yang sudah lolos verifikasi bisa ditetapkan sebagai peserta pemilu.(fri/jpnn)