TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi atau Awiek mengkritisi pernyataan Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra, Habiburokhman yang menyebut ada operasi rahasia untuk menggagalkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Awiek menilai logika Habiburokhman sangat keliru. Sebab, penjegalan hanya bisa dilakukan oleh penguasa.
“Lah kok malah kebalik logikanya. Penjegalan itu hanya mungkin bisa dilakukan oleh penguasa gitu,” kata Awiek kepada wartawan, Sabtu (4/11/2023).
Dia lantas mempertanyakan mengenai siapa pasangan calon (paslon) yang merepresentasi penguasa.
“Nah sekarang yang representasi penguasa tuh siapa?” ujar Awiek.
Awiek menegaskan opini publik baik masyarakat sipil maupun pengamat merupakan hal yang biasa.
“Nah kalau masyarakat sipil berpendapat dianggap operasi wah pikiran-pikiran yang berbahaya, namanya aspirasi masyarakat itu ya biasa saja,” ujarnya.
Karenanya, anggota DPR RI fraksi PPP ini meminta Habiburokhman tak menuding ada operasi penjegalan.
“Jadi sebaiknya tidak menuding hal-hal yang masih sumir yah, yang bisa melakukan operasi itu kekuasaan,” ucap Awiek.
Awiek menambahkan wajar ketika masyarakat mengungkapkan kekecewaannya. Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 penuh kejanggalan.
“Masyarakat bersuara kok dibilang operasi? Logikanya di mana itu. Janganlah kita memutarbalikkan fakta dalam logika hukum cara berfikir kita dong,” tuturnya.
Sebelumnya, Habiburokhman mengaku mendapat informasi adanya upaya penjegalan terhadap Gibran.
“Saya memang mendapat informasi, ada teman-teman yang mengingatkan sepertinya ada operasi rahasia yang intinya menggagalkan Mas Gibran hanya untuk jadi cawapresnya Pak Prabowo,” kata Habiburokhman, Jumat (3/11/2023).
Dia menjelaskan dugaan itu muncul setelah ada anggota DPR fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket kepada MK.
“Ada isu soal hak angket, apa disebut soal MKMK, padahal udah jelas kalau hak angket itu tidak bisa diajukan kepada keputusan MK karena MK itu independen sebagai lembaga yudikatif, sebagaimana diatur di konstitusi kita,” ucap Habiburokhman.
Selain itu, kata dia, ada yang menggiring opini bahwa putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK bisa membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Begitu juga soal putusan MKMK, ada yang menggiring putusan MKMK bisa membatalkan putusan MK. Padahal UUD kita itu mengatur bahwa putusan MK bersifat final dan putusan MK adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir,” katanya.