TEMPO.CO, Jakarta – Rapat pleno Badan Legislasi atau Baleg DPR RI menyepakati pengambilan keputusan atas hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Revisi UU Kementerian Negara menjadi usul inisiatif DPR. Hal itu disepakati oleh peserta rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Kamis, 16 Mei 2024.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi, mengatakan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan menjadi kata kunci dalam penyusunan kabinet.
“Jadi efektivitas pemerintahan itulah menjadi kata kunci dalam penyusunan jumlah kabinetnya, mau 34, mau 10, mau 20, mau lebih dari 34 (kementerian), semua mengacu pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,” kata pria yang akrab disapa Awiek itu di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Rabu, 15 Mei 2024 seperti dikutip Antara.
Alasannya, kata dia, presiden diberikan hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menterinya serta jumlahnya tidak dibatasi.
“Negara kita hari ini menganut sistem presidensial, maka kita memberikan keleluasaan fleksibilitas kepada presiden untuk menyusun kabinetnya berdasarkan kebutuhan yang menurut beliau diperlukan,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Dia menyebutkan jumlah kementerian tidak menjadi acuan asalkan penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan efektif, bermanfaat, serta berguna bagi masyarakat.
“Kalau ada yang salah dari kita bernegara, tata cara pemerintahannya yang kita perbaiki. Karena kita sistemnya presidensial, ya kita berikan kewenangan itu kepada presiden,” ucapnya.
Awiek menuturkan pembahasan penyusunan revisi Undang-Undang tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang bergulir di Baleg DPR saat ini berbarengan dengan wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 pada pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hanya kebetulan.
“Soal kemudian bertepatan dengan momentum setelah pemilu presiden, ya namanya DPR, politik, ya bersinggungan dengan momentum politik. Kami tidak bisa menghindari itu karena DPR adalah lembaga politik. Ya, kebetulan saja isunya berbarengan,” tuturnya.
Dia mengatakan di akhir periode masa jabatan DPR saat ini, lintas fraksi di Baleg DPR menginventarisasi undang-undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi belum ditindaklanjuti oleh DPR selaku pembentuk undang-undang.
“Kami inventarisasi rupanya ada puluhan. Di luar undang-undang ini (UU Kementerian Negara) masih banyak. Hari ini kan (yang dibahas) UU Kementerian, terus (UU) Keimigrasian, terus masih banyak yang lain. Ini dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi dan belum ditindaklanjuti menjadi revisi undang-undang,” ujar dia.
PDIP Sebut Revisi Harus Perhatikan Efisiensi Pemerintahan
Dalam revisi UU kementerian Negara, DPR berencana menghapus aturan Pasal 15 yang mengatur jumlah kementerian sebanyak 34. Anggota Baleg DPR dari Fraksi PDIP, Sturman Panjaitan, menyoroti kemungkinan perubahan itu bakal mempengaruhi efisiensi pemerintahan ke depan.
“Efisiensi ini perlu diperhatikan juga, enggak bisa cuma efektivitas,” kata Sturman dalam rapat panitia kerja (Panja) perubahan UU Kementerian Negara di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.
Dia mengatakan negara memiliki sumber daya terbatas, sehingga perubahan jumlah kementerian bisa membebani keuangan negara jika tidak dilakukan dengan efisien.
Sturman menuturkan pemerintah harus mampu menghadirkan solusi yang tepat dalam menghadapi berbagai permasalahan. Dia mengibaratkan pemecahan masalah yang tak efisien seperti membasmi nyamuk dengan bom. “Memang untuk membunuh seekor nyamuk pakai bom itu efektif, tapi enggak efisien,” ucap dia.
Dia mengusulkan agar diksi “efisien” dijabarkan dalam perubahan UU Kementerian Negara. Penjabaran itu, kata dia, bisa masuk dalam pasal penjelasan. “Bagaimana yang namanya efisien, yang namanya efektif. Kalau tidak, nanti orang sesuai dengan nalarnya masing-masing,” ujar Sturman.
Sturman juga mengusulkan agar pemerintah meminta pendapat DPR tentang penambahan nomenklatur atau lembaga kementerian. “Kalau seandainya mungkin, karena berkaitan juga dengan mitra kerja DPR, itu yang dimasukkan dalam pemantauan dan peninjauan,” kata dia.